Rumah lama
alunan musik itu terus berdentum
menghilir dan meredup
namun aku tak tinggalkan lagi
barisan dan barisan kalimat
yang lama telah usang
dan lebamnya waktu
lengan jendela sudah lama terbuka
tak ada lagi yang datang
hanya mereka dan mereka
mari tertawa dan sedulah teh kami
yang hangat dan meredupkan suasana
di hari kedua ketika malam bercerita
aku pergi dan mengungsi pergi
dengan pikiran kacau dan gelap
mengerikan lebih dari kecelakaan maut
namun si tua itu datang lagi
dia berkata seperti dulu lagi
menepuk-nepuk bahuku
dan menggandeng lengan atasku
mari istirahat dengan kami
bersenang hatilah nak
pahit esok
bicara karena aku adalah kata
yang muncul karena perintah
yang kelak membuah dan membusuk
karena bosan menghitung jari yang kosong
setibanya di perairan angan
aku tapakkan kaki dan tangan
dalam air yang membiru hijau
itu sangat teringat walau pahit
berujung dan bertatap pada nyata
pikiranku kosong karena esok
dan esok muncul karena kini
aku takut kemaren ,kini ,dan esok
dalam melewati armada mimpi
yang tergejolak dalam diri pribadi
atas nama tuhan dan janjiku
setiap waktu dan setiap petak
dalam hasta maupun rima
dan kuhiraukan karena mimpi
dinding dedap dan atap harapan
kau jadikan kau dalam tikar hidupku
welcome to new year parade
dari gundah yang menutupi
aku jerat kalimat-Mu pasi
ketika suaraku mengikis
buram hari yang samar redup
lentingan tunggal dunia meluka
ini waktu dulu tua
aku ingat sesaat itu
waktu langit-langit berprosa
menjerit dengkuran surga
ras penyembuh jiwa
mereka sembunyi di atap
ada pula di bawah tanah
kawanku dengar seperti itu
sehingga aku tak heran
lalu dia hingga bangga
jangan lagi mengolah akal
keluarlah sahabatku
tak ada satupun akar jagat
teruskan skema judul
giliranmu sekarang maju
ikutlah garis vertikal tadi
satu bulan terakhir
karena aku tak mau mencium
mencium bau tanah
mungkin akhir mega kemuning
tahun baru ini
belaian besok pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar